Hoax Narkotika Digital yang Bikin 'Sakaw'





Jakarta - Pertengahan Oktober 2015, para orangtua di Indonesia digegerkan oleh informasi yang meresahkan sehubungan dengan beredarnya narkoba digital yang dikenal dengan nama i-doser. 
Hoax Narkotika Digital yang Bikin 'Sakaw'
Tentunya para orangtua yang memiliki anak yang rata-rata memiliki smartphone langsung panik dan tidak ingin anaknya terpapar oleh narkoba digital yang datang dalam bentuk aplikasi smartphone ini. 


Contoh informasi tersebut seperti di bawah ini:



<<>>

Info dr guru BK SMP P******r, Gading Serpong:



Mau share sedikit dr hasil seminar tentang darurat narkoba.

Sekarang ada tipe baru digital narcotic yg sgt mudah di akses dr smart phone.

Namanya aplikasinya: I-doser.
Kita sebagai parents perlu aware ya mom...
Kita doakan spy anak2 kita terhindar dr pengaruh2 buruk.?
Jd awalnya aplikasi bisa di download free.
Lalu kita pilih dosis nya.
Lalu denger pakai earphone.
Durasi sekitar 10-15 menit.
Gelombang ini mempengaruhi gelombang di otak. Saat dia on.. durasi putus.
Krn otak sdh dikacaukan, dan akan ada efek ketergantungan.
Kita bisa beli dosis baru lagi, tdk mahal paling sekitar $10.
Tp yg parah sel otak nya sdh dirusak dan menjadi addict.
Silahkan cek digoogle.
Kmrn mnrt info dr yg bnn, pasien nya yg lg rehabilitasi paling muda mulai kena narkoba umur 9th, dan paling tua umur 65?



Pls take care..

<<>>



Atau seperti yang bisa Anda dapatkan dengan mudah di Facebook seperti pada gambar 1 di bawah ini:



Gambar 1: Status Facebook tentang i-doser.



Sebagai perusahaan yang berhubungan dengan sekuriti digital, bukan porsi Vaksincom untuk menentukan idoser termasuk ke dalam golongan narkoba atau tidak. Vaksincom akan melakukan analisa atas pesan yang beredar apakah termasuk ke dalam hoax atau tidak dan memberikan beberapa sumber independen yang bisa dijadikan referensi untuk memastikan kebenaran berita ini.



Analisa Pesan Hoax



Dari pesan pertama <<>> 



"Info dr guru BK SMP P****bur, Gading Serpong".



Di atas terlihat bahwa ada usaha menggunakan nama institusi pendidikan yang cukup ternama dan guru BK (Bimbingan dan Konseling) untuk meyakinkan pembacanya bahwa berita ini dapat dipercaya.



Lalu dikatakan pada awalnya aplikasi tersebut bisa di-download gratis, lalu pilih dosisnya, didengar pakai earphone dengan durasi 10-15 menit. Menurut pengamatan Vaksincom informasi tersebut kurang akurat karena di Play Store aplikasi i-doser tidak tersedia versi free dan yang tersedia hanya versi berbayar dengan harga Rp. 71.542. (lihat gambar 2)


 

Gambar 2: App i-doser yang masih bisa didapatkan di Play Store.



Sebagai catatan tambahan, aplikasi ini mengkliam sudah digunakan oleh lebih dari 10 juta pengguna di seluruh dunia (lihat gambar 3)


 

Gambar 3: i-doser mengklaim sudah digunakan oleh lebih dari 10 juta pengguna.



Namun informasi tersebut kurang didukung oleh data independen dimana menurut data dari Play Store aplikasi tersebut hanya di unduh sekitar 10.000 kali di seluruh dunia sejak tahun 2010 (lihat gambar 2).



Pada pesan hoax di Facebook (gambar 1) juga disertakan nama BNN Badan Narkotika Nasional sebagai endorser untuk lebih meyakinkan pembacanya sebagai berikut:



"Kmrn mnrt info dr BNN, pasien nya yg lg rehabilitasi paling muda mulai kena narkoba umur 9th, dan paling tua umur 65th". 



Padahal yang terjadi justru sebaliknya dimana BNN menyangkal adanya narkoba digital ini seperti yang bisa kita lihat dari situs resmi BNN (lihat gambar 4).


 Gambar 4: BNN menegaskan bahwa idoser tidak termasuk narkotika.


Memblokir Situs I-Doser, Apa Efektif?



Pemerintah bergerak cepat dengan memblokir akses pada situs i-doser namun tidak diikuti pemblokiran app di Play Store, dan aplikasi tersebut masih tetap bisa diakses oleh pengguna smartphone (sampai saat artikel ini ditulis). Ibarat kata lagu Gito Rollies 'Sama Juga Bohong'. Mungkin berpatokan pada kasus Vimeo dimana karena ada konten yang tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah lalu memblokir Vimeo dan hal ini cukup efektif untuk membatasi akses mayoritas pengguna internet Indonesia ke Vimeo. 



Namun kasus hoax i-doser ini berbeda karena yang meresahkan dan bikin 'sakaw' banyak orang adalah hoax dan aplikasinya, bukan websitenya. Seharusnya, jika ingin meredakan keresahan di masyarakat pemerintah memberikan rilis resmi atas kebenaran hoax ini berdasarkan data dari BNN dan jika hoax tersebut meresahkan, harusnya yang diblokir bukan situsnya tetapi penyebaran hoax-nya. Kalau situsnya diblokir tetapi aplikasi dan hoax-nya tetap beredar rasanya kebijakan yang dilakukan akan kurang efektif.



Sebagai catatan akhir, menanggapi kekhawatiran orang tua. Menurut pantauan Vaksincom, klaim yang dilakukan i-doser bahwa mereka memiliki kemampuan seperti narkoba digital tidak didukung oleh bukti ilmiah.



Meskipun pada tahun 2010 hal ini sempat meresahkan di satu sekolah di Australia, namun ahli neurologi seperti Helane Wahbeh dari Department of Neurology OHSU Oregon Health and Science University ketika ditanya apakah i-doser yang menggunakan teknik 'binaural beats' meningkatkan aktivitas gelombang otak (brain wave). Jawabannya adalah sama sekali tidak ada peningkatan gelombang otak!



*) Penulis, Alfons Tanujaya merupakan praktisi keamanan internet dari Vaksincom.
Sumber: https://m.detik.com/inet/cyberlife/d-3044812/hoax-narkotika-digital-yang-bikin-sakaw

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel